Saturday, October 24, 2015

Bait Surau, Drama Religi Yang Bagai Makanan Kurang Bumbu

www.AstroDigi.com AstroDigi.com | Sabtu, 24 Okt 2015 | Dari beberapa genre film, film jenis religi adalah termasuk salah satu yang saya gemari. Selalu ada harapan didasar hati bahwa akan ada banyak hikmah dan pelajaran moral yang bisa saya peroleh usai menonton sebuah drama yang menceritakan antara hubungan manusia dan Sang Pencipta.

Film Bait Surau, yang jauh sebelum film ini tayang di bioskop, sudah banyak beredar trailernya di beberapa stasiun televisi. Dari tayangan sekilas yang ada pada trailer, jelas memperlihatkan bahwa film ini berkisah tentang seorang yang kehidupannya jauh dari unsur keagamaan kemudian mendapatkan pencerahan.

Tema ini meski klasik, tapi seharusnya dapat disajikan secara menarik dan penuh makna baru. Sayangnya film yang tampaknya memang sejak awal kurang diminati penonton ini tampaknya digarap secara kurang detail dan berkesan agak tergesa-gesa dalam proses pembuatannya.

Film ini dibuka oleh adegan Rommy (Rio Dewanto) yang baru datang dari Jakarta menuju sebuah desa di daerah pesisir. Dari awal saja sudah tidak ada penggambaran yang jelas apakah maksud dan tujuan dari Rommy jauh-jauh datang dari Jakarta menuju ke desa. Tidak ada pesan pembuka, tidak ada pesan tentang adanya pergolakan hati, atau apapun yang seharusnya membawa penonton untuk masuk ke suasana hati dari sang tokoh utama.

Dalam kelanjutan kisah Rommy yang datang dari Jakarta, menuju desa kecil dengan perilaku yang tidak menunjukkan kesopanan yang sepantasnya, selayaknya akan ada semacam efek penghukuman dari lingkungan yang ia datangi, sayangnya logika sederhana seperti ini pun tidak mendapatkan tempat sama sekali dalam film ini.

Bayangan tentang bagaimana kisah drama dalam film ini berangkat dari gambaran yang saya dapat setelah menonton trailernya, ternyata memang sudah sesuai. Di film ini memang digambarkan Rommy yang dulunya adalah seorang boss (entah perusahaan apa, dan bergerak dibidang apa), yang tadinya gemar hura-hura dan menghabiskan hari-harinya dengan kehidupan malam kemudian menydari kesalahannya.

Perjalanan hidupnya selama berada di desa membawanya kedalam kesadaran akan pentingnya kehadiran Tuhan dalam kehidupan setiap umat manusia tak terkecuali dirinya sendiri. Kesadaran itu pula yang kemudian membuat Rommy berniat untuk memperbaiki dan membangun surau kecil tempat ia belajar mengaji di desa tersebut.

Plot cerita yang seharusnya cukup bagus, namun sekali lagi sayang seribu sayang tidak tersaji dengan bagus. Banyak detail yang terlewat begitu saja. Begitu banyak momen yang seharusnya dapat dibuat sedemikian menyentuh, lewat begitu saja dengan hambar.

Penyertaan beberapa pemain yang berbicara dalam bahasa dan dialek lokal selain tidak memberikan tambahan makna juga malah membuat penonton bingung, apa sebenarnya yang mereka percakapkan, tidak ada teks penterjemahan yang menjelaskan apa yang mereka bicarakan. Padahal pada beberapa film, percakapan lokal ini bisa memberikan warna dan makna tambahan dan merupakan bumbu yang mampu menambah cita rasa menonton.

Beruntunglah sutradara Kuswara Sastra Permana, menempatkan aktor kawakan Cok Simbara yang berakting cukup bagus di film tersebut, sehingga masih ada sedikit adegan yang lebih punya makna. Aktor yang dulu sempat mencuat bersamaan dengan masa jaya Roy Marten, Yenny Rahman, Yati Octavia itu bermain cukup bagus dalam menjalankan perannya sebagai ayah dari Rahman (Ihsan Tarore), teman dan mantan staff (sekali lagi entah staff bagian apa, tidak dijelaskan) dari Rommy.

Film usai begitu saja dengan adegan penutup yang juga kurang maksimal, penonton pulang dengan menyisakan banyak pertanyaan didalam hatinya seperti: "mengapa Rommy memutuskan ke desa?" toh seseorang yang menyadari kesalahannya tidak serta merta harus ke desa. "Mengapa Rahman harus lari terbirit-birit saat melihat Rommy?", "Apakah Siti (Astri Nurdin) adalah tuna rungu atau tuna wicara?", dan berbagai pertanyan lainnya.

Film juga usai tanpa satu adegan pun yang mampu menghanyutkan perasaan, seperti seharusnya sebuah drama religi. Semoga film berikutnya yang ditangani oleh personel dan team yang sama bisa lebih baik dari yang sekarang, tidak ada kata terlambat untuk menjadi baik.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)