Monday, August 13, 2012

LUSI PRO, Baterai Berbahan Lumpur Lapindo Sidoarjo


www.AstroDigi.com

Tempo.co | Minggu, 12 Ags 2012 | Batu baterai AA 1,5 volt berwarna hitam dan biru itu terlihat seperti baterai biasa. Bahkan terkesan murahan seperti batu-batu baterai buatan Cina yang banyak dijajakan di pinggir jalan sekitar pertokoan elektronik. Mereknya tentu saja belum terkenal. Bergambar lautan lumpur dan geledek berwarna biru, tulisan Lusi Pro dicetak tebal. “Isinya dari lumpur Sidoarjo,” kata Aji Christian Bani Adam.

Pengunjung pameran Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-17 di gedung Sasana Budaya Ganesha, ITB, yang baru tahu isi baterai itu pun berkerumun. Mereka yang penasaran bertanya seperti wartawan. Walau lelah menunggui stan sejak 8-11 Agustus 2012 dari pagi hingga sore sambil berulang-ulang menjelaskan baterai itu ke banyak orang, Aji tetap semangat dan tersenyum.

Kementerian Riset dan Teknologi menobatkan inovasi batu baterai itu sebagai juara kedua di kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012. Juara pertama diraih Juragan Kapal dari Universitas Indonesia, yang menawarkan teknologi pelat datar untuk lambung kapal. Sementara juara ketiga adalah tim dari Universitas Gadjah Mada, yang membuat Microbubble Generator untuk menghasilkan air bersih pada pembudidayaan ikan air tawar.

Ketiga karya juara itu termasuk 20 inovasi terbaik dan dinilai siap dipasarkan dari total 130 ajuan proposal lomba. Kepala Bidang Diseminasi Iptek Industri Kecil dan Menengah Kemenristek, Adawiah, mengatakan, pemerintah akan memberi uang kepada masing-masing tim sebesar Rp 50 juta. "Sebagai stimulasi dan bantuan memulai usaha mereka," katanya.

Gagasan membuat batu baterai itu muncul ketika Aji ikut Olimpiade riset di Jakarta pada Desember 2011. Mahasiswa jurusan Kimia Murni Universitas Negeri Semarang angkatan 2007 itu melihat karya peserta lain yang membuat batu baterai bertenaga bengkoang. Ia kemudian memikirkan sumber energi lain untuk batu baterai yang akan dibuatnya. Ia pun teringat tragedi semburan lumpur PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. “Selain mengenaskan, lumpur Lapindo enggak ada pemanfaatannya,” kata dia.

Bersama Umarudin, rekannya di Jurusan Biologi Murni angkatan 2008; Oki Prisnawan dari Fakultas Ekonomi; dan Yoga Pratama, mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang; mereka mencari data riset dan pemetaan kandungan kimia lumpur. “Ternyata kandungan mangan dan zinc lumpur itu cukup besar,” katanya.

Zinc paling tinggi berada di pusat semburan lumpur, daerah bekas tol Porong yang terendam lumpur, daerah genangan di Desa Jatianom dan Desa Panjerokan, Sidoarjo, Jawa Timur. Adapun mangan berada di daerah bekas tol Porong, Desa Panjerokan, dan Desa Renokenongo.

Aji mengambil lumpur mulai dari kedalaman setengah meter. Lokasinya di tepian danau lumpur agar mudah. Lumpur itu kemudian mereka olah secara bertahap dan diekstrak di laboratorium kampus hingga hanya tersisa mangan dan zinc. Kedua bahan itu kemudian diekstrak menjadi pasta bersama cairan lumpur.

Mereka mengalami kesulitan pada proses tersebut. “Sebab, tidak ada panduannya, sehingga kami harus terus coba-coba sampai mendapatkan formula yang tepat,” kata Aji. Komposisi ekstraksi pasta yang mereka dapat, yaitu 60 persen lumpur dengan 40 persen mangan serta 30 persen lumpur dengan 70 persen zinc.

Pasta yang berfungsi sebagai elektrolit atau pengantar arus listrik pada baterai kering itu terdiri dari mangan dioksida (MnO2), amonium klorida, dan seng (zinc) klorida. “Kalau pasta itu habis, batu baterai AA mati,” katanya. Pasta lumpur kemudian dipakai Aji dan Umarudin untuk mengisi kembali elektrolit yang habis itu.

Kerja mereka sejak Januari lalu berhasil. Baterai Lusi bisa dipakai untuk menyalakan senter kecil.

Mereka lalu mengadu kekuatannya dengan sebuah batu baterai merek terkenal serta tiga baterai impor dari Cina dan Jepang yang beredar di pasaran. Sepasang dari masing-masing batu baterai itu dipakai untuk menyalakan senter secara bersamaan.

“Daya pakai baterai Lusi sama seperti baterai yang sudah terkenal, bisa nyala sampai lima jam nonstop,” kata Aji. Lusi juga mengungguli baterai buatan Cina.

Sedari awal, ujarnya, mereka berniat mengurangi limbah batu baterai. Karena itu, inovasi mereka memakai batu baterai bekas pakai yang dibuang. Tinggal membuka lapisan pembungkus baterai lalu mengisi pasta, baterai bekas itu ditutup lagi dengan mesin penekan, setelah itu ditempeli stiker.

Nantinya, bisnis mereka akan meneruskan langkah itu. Pembeli baterai Lusi Pro dibujuk untuk menukarkan baterai bekasnya dengan yang baru. Ganjarannya berupa potongan harga baterai baru sebesar 10 persen. “Harus empat baterai juga seperti pak yang nanti kami jual seharga Rp 10 ribu,” katanya.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)